Maqburah K.Bahauddin Aryo Pacinan tempat Komplek Kuba Bindara Saod Asta Tinggi Sumenep.
Maqburah Agung Saiman Buju' Jereja Tempat Kampung Togu Desa Tamidung Batang Batang Sebelah Selatan MD.Tarbiyatus Shibyan.
Maqburah Nyai Surriyah Buju' Pancor Tempat Kampung Togu Desa Tamidung Batang Batang Sebelah Timur Pemandian Waduk Pancor.
Maqburah Agung Nipa Tempat Pemakaman Umum dan Para Raden Asta Daja kampung Togu Tamidung Batang Batang Sebelah Barat Balai Desa Tamidung.
Maqburah K. Hali Buju' Gunung Hali Tempat Puncak Gunung Hali Perbatasan Desa Kolpo dan Desa Tamidung.
Rabu, 08 November 2017
Senin, 06 November 2017
SEJARAH DESA TAMIDUNG DAN WALIYULLAH AGUNG NIPA
SEJARAH
DESA TAMIDUNG DAN AGUNG NIPA SANG WALIYULLAH
Tamidung adalah salah s
atu Desa yang ada diujung barat batas
Kecamatan Batang Batang dengan penduduk kurang lebih 5.000 jiwa dengan mayoris
beragama islam. Penamaan Desa Tamidung
tak lepas dari Sejarah perjalanan Kerajaan Sumenep,pada masa pemerintahan
Jokotole Panembahan Kuda Panole (1415-1460 M) . Pada masa itu Sang Raja
melakukan perjalanan dari Poday menuju keraton di Sumenep tatkala itu sang raja
dalam kodisi sakit yang cukup parah sehingga beliau harus di tandu oleh para
prajurit kerajaan .Waktu semakin berputar dan perjalanan semakin jauh melalui
perjalan Laut dan darat sampailah di desa Taman Sare, Sang raja Jokotole
semakin parah keadaannya sehingga tepat diSebuah desa sang raja menghembuskan
nafas yang terakhir menghadap kepada Sang Pencinta desa tersebut kita kenal
dengan nama Batang Batang yang di ambil dari bahasa Bebethang/Bhetang atau dalam
bahasa Indonesia nya Jenazah/Mayat/bangkai.
Rombongan pun bergerak menuju ke barat perjalanan panjang telah
dilalui letih,lemas dan lelah telah dirasakan oleh semua rombongan raja dan
para prajurit yang pada saat itu sang raja telah tiada/wafat Jenazah beliau
tetap di tandu untuk di bawa ke Kraton Sumenep,karena sudah lelah/LEMPO
sehingga istilah tersebut di kenang hingga menjadi nama sebuah desa yakni
Kolpo. Semua para rombongan pun lelah dan berencana untuk beristirahat atau
tidur sebentar dalam bahasa Madura DUNG TEDUNGAN rombongan pun sampai tertidur
atau TATEDUNG sehingga kejadian tersebut di kenang menjadi penamaan sebuah desa
yakni DESA TAMIDUNG. Sebelum sang raja Jokotole menghembuskan nafas yang
terakhir beliau sempat berwasiat kepada para menteri dan punggawa kerajaan
serta para prajurit .Wasiat beliau “NAKELA SENGKO’ MATE BAN MAYIT SENGKO’ EKIBA
KA KARATON KALABAN ETANDU,NALEKA DIMMA TANG PEKOLAN TANDU REA POTONG MAKA
EJADIYA SENGKO’ KUBUREKI “ maka tepat di sebuah Desa Lanjuk kalau sekarang ternyata pikulan tersebut patah sehingga di
situlah beliau di makamkan,tepat di Kampung Sa’asa Desa Lanjuk Kecamatan
Manding.
Konon pada dahulu laka tepat pada masa perintahan PANEMBAHAN SOMALA menjadi Adipati/Raja Sumenep di Desa Tamidung
hiduplah seorang Waliyullah yang bernama AGUNG NIPA. Menurut beberapa
keterangan dan para Tokoh Seppuh desa Tamidung Agung Nipa adalah keturunan
Bindara Saod dengan Nyai Izzah dari putra pertamanya K. Bahauddin Aryo Pacinan.
Semasa hidupnya Agung Nipa terkenal sebagai Ulama yang Kharismatik ,berwibawa
tinggi,ilmunya luas dan ahli tapa/menyepi,sampai beliau bertapa ke pengunungan
Kabupaten Pasuruan.Penamaan Agung Nipa SENDIRI konon dahulu kala diambil dari kejadian atau kegiatan bertapa beliau diatas ujung daun nipa/ilalang atau orang Madura bilang DAUN NIPA/LALANG Beliau mengajarkan ilmu agama disebuah Musallah
kecil/Langgar yang sampai saat ini di kenal dengan LANGGAR NIPA.
Agung Nipa terkenal sakti mandraguna segala ucapannya terkabulkan,
konon dahulu beliau datang dari perjalanan jauh dan sampai ke rumahnya perut
terasa lapar dan ingin makan Ikan .Beliau berkata kepada Istrinya “sengkok
ngakana juko’ Bantheng” sang istri terkejut sebab di dapur tidak ada Ikan
Bantheng/Kakap, maka sang istri pun bilang bahwa di dapur tidak ada ikan
tersebut. Lalu Agung Nipa Menaburkan Tanah ke sawah yang berisi air tepat di
sebelah Selatan Langgar ,dengan Kuasa Allah sawah yang berisi air tersebut
langsung berkeliaran Ikan Ikan yang sangat banyak dan Besar sehingga istri
beliau memasaknya untuk hidangan makan
beliau. Kala beliau makan tulang tulang ikan tersebut tidak diIzinkan untuk di
buang dan disuruh kumpulkan ,lalu tulang
tersebut di buang lagi ke Sawah/BELENAN maka dengan kehendak Ilahi tulang itu
menjadi ikan lagi.
Beliau beristrikan RA. JU’
KOROS salah satu keturunan K. BEING SEING
tokoh Thionghoa Muslim atau dikenal kampung Raden yang menurut beberapa
Ahli K. Being Seing adalah salah satu diantara rombongan bangsa mata sipit/China yg ikut serta dalam proses pembangunan kraton dan Masjid Jami' Sumenep yg di gagas langsung oleh seorang Arstisek berkebangsaan China yakni Law Piango.
Agung Nipa sendiri membuat sebuah waduk atau Kolam pemandian untuk
sarana berwudhu’ dan untuk air minum serta pengairan sawah untuk menanam padi
yang kita kenal sampai saat ini pemandian Waduk Nipa. Kala pembuatannya pohon
dan tanah serta batuh tunduk kepada beliau pohon Kepala untuk mengganjal tanah
dan batu di samping Waduk itu hanya EPANGKU’ dengan tangan beliau sehingga
pembuatan terasa enteng dan muda Karena keWaliannya dan Karomahnya .Sampai saat
ini pemandian tersebut bisa di rasakan dan di mamfaatkan oleh masyarakat
sekitar kampung Togu untuk mandi, mencuci, berwudhu, minum dan sarana Irigasi
pengairan sawah guna menanam padi dan jagung.
Agung Nipa banyak memiki santri mulai dari Daerah Batu Putih,Kolpo
dan Tamidung sendiri sampai dari saking walinya
dan karomahnya santri beliau ada yang mengaji suaranya bisa terdengar ke
Batu Putih, sungguh luar biasa . Di antara Santrinya yang terkenal: K. Yaman,
K. Jatim, K. Adam , K. Dul Zaman, K. Suma, K. Kahar dan lain lain. K. Dul Zaman sendiri adalah
keponakan beliau dari salah satu Putra Agung Saiman Buju’ Jereja. Agung Nipa
memiliki 3 Saudara yakni Agung Saiman Buju’ Jereja, Surriyah Buju’ Pancor dan
Kyai Hali Buju’ Gunung Hali. Agung Nipa wafat pada bulan Muharram tahun 1211 Hijriyah di Makamkan di Pemakaman Asta Daja
sebelah Utara pemakaman para Raden dan
tepatnya sebelah Barat Balai Desa Tamidung yakni di Kampung Togu desa
Tamidung.
Minggu, 05 November 2017
PASAREAN AGUNG SAIMAN /KYAI JEREJA
Waliyullah ini merupakan sauadara kandung dari Agung Nipa dan mempunyai keturunan diantaranya:
1. K. Dul Zaman
2. K. Dulaman
3. K. Duleman
4. K. Nabir
5. K. Kawar
6. K. Sanusi
7. K. Jala Sa'asa
Pasarean beliau terletak di kampung Togu desa Tamidung kec. Batang Batang kab. Sumenep sebelah barat kampung Raden/ Thionghoa Muslim keturunan K. Being Seing.
LEGENDA SANG WALIYULLAH BINDARA MOHAMMAD SAOD
LEGENDA SANG
WALIYULLAH
BINDARA
MOHAMMAD SAOD
Bindara Saod adalah putra dari Kyai Abdullah (R. Bindara Bungso) Batu Ampar Guluk Guluk
Sumenep, dari hasil perkawinannya dengan Nyai Nurima yang masih keturunan Pangeran
Natapraja (Pangeran Bukabu), sedangkan K. Abdullah adalah putra dari k. Abdul Qidam
(R. Pandiyan) Larangan Pamekasan. Kemudian
Bindara Saod
memperistri Raden Ayu Dewi Rasmana Tirtonegoro
(1750-1762 M) yang merupakan Raja/Ratu ke- 30 masa pemerintahan di
Kabupaten Sumenepdan tidak dikarunia
keturunan. Namun sebelum menikah dengan Raden Ayu Rasmana, istri pertama
dicerai terlebih dahulu dengan baik yakni Nyai Izzah
Lembung Lenteng Sumenep dan memiliki dua putra yakni R. Bahauddin Aryo Pacinan
dan R. Asiruddin Panembahan Somala .
Kala
itu K. Abdullah (R. Bindara Bungso) adalah termasuk golongan
waliyullah
yang banyak berperan dan berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di daerah Batu Ampar timur.
Dengan cara membuka pesatren K. Abdullah membina dan mengajarkan masyarakat
untuk menyembah Allah. K. Abdullah pernah berguru kepada pamannya yaitu Kyai
Raba (K. Abdur Rahman) di daerah Pandemawu Pamekasan yang termasuk
golongan waliullah. Setelah diketahui kemampuan yang dimeliki oleh K. Abdullah
diperintahkan untuk membuka pesatren sendiri di Batu Ampar timur. Karena dengan
membuka pesatren kelak akan mempuyai putra yang akan menjadi pimpinan
negara di Sumenep sampai tujuh turunan. Itulah yang dikatakan kyai Raba pada K.
Abdullah.
Ketika sudah cukup lama membuka pesantren di daerah Batu Ampar
timur,kemudian K. Abdullah memperistri Nyai Nurima, yaitu putri dari Kyai Hatib
Bangil Parongpong.
Pernikahan K. Abdullah dan Nyai Nurima dikarunia putra tiga orang yaitu: Nyai
Talaga, Nyai Kadungdung, dan Bindara Saod.
Bahwasanya
tanda-tanda keistemewan Bindara Saod sudah ada sejak dalam kandungan ibunya, yang
mungkin suatu petanda bahwa kelak akan menjadi pimpinan negara. selesai K. Abdullah
mengajarkan ilmu agama Islam ke daerah-daerah disekitar Batu Ampar. Malam
semakin larut, dan memberi pelajaran agama Islam dirasa cukup, dan kini saatnya K.
Abdullah pulang kerumahnya. Sesampainya di rumah suasana nampak hening
dikarenakan udah lewat jam 12 malam. Sesungguhnya Nyai Nurima istri K. Abdullah di
dalam rumah sedan mengerjakan sholat tahajud. Namun Kyai Abdullah tidak
mengetahui apa yang diperbuat istrinya didalam rumah.langsung saja K. Abdullah
mengetuk pintu dan memangil salam beberapa kali. Namun tidak ada jawaban sama
sekali dari istrinya. Ketika cukup lama menunggu ditengah dinginnya malam dan heningnya
suasana, tiba-tiba terdengar suara anak kecil menjawab salamnya seperti
ini ”Waalaikum Salam Wr, Wb. tunggu Aba, Umi masihsholat” terkejut tercampur
heran terlintas di dalam benak K. Abdullah. Karena setahu dirinya tidak ada di dalam
rumahnya anak kecil walaupun istri hamil tapi masih belum genap saat
kelahirannya.Setelah selesai melaksanakan sholat tahajud, istri langsung membukakan pintu
untuk K. Abdullah dikala pada saat itu menunggu lama
didepan
pintu.Lalu kemudian K Abdullah menayakan tentang suara anak kecil itu yang menjawab salamnya
tadi. Nyai Nurima lalu menceritakan tentang kejadian yang baru saja terjadi yang
diluar kemampuan akal manusia, bahwa barusan yang menjawab salam itu adalah
anak kita yang ada didalam kandungan.
Waktu berjalan terus dan kini
sampailah pada saat kelahiran kandungan Nyai Nurima yang telah lama
ditunggu kehadirannya.Dan akhirnya Nyai Nurima melahirkan anak laki-laki
yang sangat tanpan wajahnya bercahaya. K. Abdullah memberikan nama kepada
cabang bayi dengan sebutan Mohammad Saod, pengambilan nama tersebut
diambil pada kondisi kejadian saat terjadi ada suara bayi
dalam kandungan. Kata Saod
itu sendiri berasal dari bahasa arab yang asal katanya adalah saudan dan
mempuyai arti suara dan dalam bahasa Madura Saod artinya Nyaot/Menjawab.
Ketika Mohammad Saud berumur 6 tahun,
oleh ayahnya dimondokan dipesantren pamannya K. Faqih yaitu masih
saudara dari ibunya Nyai Nurima untuk dididik ilmu agam Islam, yang terletak
di Desa Lembung Kec. Lenteng. Diantaranya banyak santri yang ada Mohammad Saod kecilmampu mendahului santri yang lebih tua dalam
menguasai semua ilmu pelajaran agama.Perlu untuk diketahui, pada masanya K.
Faqih memang juga dikenal dengan oleh banyak sebagai seorang waliullah yang
menguasai pesantren di desa Lembung barat kecamatan Lenteng Sumenep.Disamping itu Kyai Faqih juga dikenal seorang budayawan yang
banyak memberikan pelajaran gamelan Yogjakarta.
Pada saat itu Mohammad Saod bersama santri –santri lainnya tidur untuk beristirahat.Kala
itu malam diselimuti gelap, hanya sedikit bulan memberikan sinarnya pada
bumi.Namun ditengah malam muncullah sinarlah yang sangat terang mengalahkan sinar rembulan.Sinar tersebut datang dari
balai-balai tempat para santri dan sempat dilihat oleh K. Faqih yang kala pada malam
itu belum beristrirahat.Mengetahui kejadian tersebut K. Faqih tidak
terkejut.Kyai Faqih yang menyandang pangkat waliyullah hanya bertanya dalam hatinya, mungkinkah itu
Mohammad Saod yang bercahaya. Tafsiran Kyai Faqih tersebut hanya didasarkan pada beberapa
keistemewaan pada diri Mohammad Saod yang berbeda
dengan santri-santri lainnya,untuk membuktikan dan memastikan kejadian yang
dilihatnya benar, langsung sajapada malam itu juga kyai faqih memberi tanda
buntelan pada seorang santri yang bercahaya.Sementara malam perlahan akan
meninggalkan tugasnya, dan fajar sudah datang dengan menandakan ayam berkokok
yang menyatakan sholat subuh tiba. Danpara santri bangun dari tidurnya,
kemudian bergegas untuk mengambil wudhu untuk mengikuti sholat subuh berjamaah.Setelah sholat subuh dikerjakan K. Faqih memangil
semua santri untuk menghadapnya, kemudian memerintahkan agar santriyang
sarungnya ada tanda buntelan agar maju ke depan.Ternyata setelah terjadi saling
cari buntelan pada sarung masing-masingsantri, akhirnya yang maju kedepan
adalah Mohammad Saud. Akhirnya semuadugaan dan perkiraan K. Faqih terhadap
keponakanya Mohammad Saud tidak meleset.Karena sebenarnya pada diri Mohammad Saod mempuyai banyak sekali keistemewaan yang tak cukup banyak diceritakan.Hal tersebut karena
begitu luasnya ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT pada diri
Mohammad Saud. Oleh karenanya dalam kesempata tersebut K. Faqih mengatakan pada
keponakannya bahwa kelak apabila menjadi dewasa engkau akan menjadi pemimpin di
Sumenep sampai tujuh turunan.
Melalui proses pematangan diri yang
dilaluinya selama mondok di pesantren dengan berbagai kajian ilmu
dan akhlak. Akhirnya Mohammad Saod sering diminta untuk mewakili K. Faqih
gurunya dalam mendakwakan agama Islam.Dan dirasa
kematangan Mohammad Saod
semakin dewasa, akhirnya oleh gurunya Mohammad Saod dinikahkan dengan Nyai
Izzah yang masih keturunan Syd.Ahmad Baidlawi
(Pangeran
Katandur) Bangkal Kota Sumenep.sedangkan
Pangeran Katandur
cucu dari Sunan dari Kudus (Syd.Jakfar Shadiq). Dari hasil pernikahanya
dengan Nyai Izzah Bindara Saod
dikarunia dua orang putra, yaitu R.Baharuddin
Aryo Pacenan
dan Raden Asiruddin Panembahan Somala.
Waktu
terus berjalan tapi tidak
lama kemudian akhirnya nasib mengatakan lain
bahwa Mohammad Saod
menikah dengan R. Ayu Rasmana Tirtonegoro yang pada
waktu itu menjabat ratu di kerajaan
Sumenep. R Ayu Rasmana adalah janda dari R. Tirtonegoro yang berpangkat menteri
untuk menjalankan roda pemerintahan di Sumenep dan tugasnya tidak terlalu
susah, R Ayu Rasmana di sarankan untuk mencari pendamping untuk dirinya, sehingga R
Ayu Rasmana melakukan semedi beberapa lamanya
dan akhirnya
dia mendapatkan ilham bahwa pendampingnya adalah tukang rumput dari masyarakat biasa sehingga
R. Ayu Rasmana memerintahkan prajuritnya untuk mencari pemuda itu akhirnya
kebetulan yang menghadap R. Ayu Rasmana adalah
Mohammad Saod
dia menyatakan kalau sudah punya istri tapi apa boleh buat untuk kemakmuran masyarakat
Sumenep akhirnya menjalankan tugas tersebut. Setelah
sampai
kerumahnya dia sampaikan kepada istrinya Nyai Izzah bahwasanya
diminta untuk menyadari kepentingan
masyarakat Sumenep menjadi suami R. AyuRasmana, dengan demikian Nyai
Izzah dan akhirnya Mohammad Saod
bercerai dengan
Nyai Izzah dengan cara baik. Dan menikah dengan R. Ayu Rasmana. R. Ayu Rasmana memberikan seluruh
tanggung jawab pemerintahan Sumenep kepada
suaminya dengan gelar Tumenggung Tirtonegoro
Bindara Mohammad
Saod
berpangkat Tumenggung dan memerintah
Sumenep antara tahun 1750-1762 M.
Sebagai orang sebelumnya datang dari
kalangan ulama, setelah menjabat Adipati Sumenep, Bindara Mohammad Saod tetap menjalankan roda pemerintahannya Sumenep
pada ajaran yang tidak menyimpang dari tuntunan AllahSWT dan Nabi Muhammad SAW.
Sehingga walaupun menjadi adipati Bindara
Mohammad Saod
tetap sebagai pribadi yang suka menyebarkan agama Islam, dan dapat julukan Waliyullah.
Bindara
Mohammad Saod
memerintah Sumenep sekitar sepuluh tahun.Terakhir kondisi fisiknya mulai
menurun dan sering sakit-sakitan. Kemudian iamemanggil putranya yang dicalonkan
sebagai penganti sesuai dengan wasiat dari ratu R. Ayu Dewi Rasmana, yaitu
R. Asiruddin atau lebih dikenal dengan sebutan
Penembahan Somala. Bindara Mohammad Saod wafat pada tanggal 17Jumadilawal 1171 H, dan
dimakamkan di asta tinggi bersebelahan Ratu Ayu Dewi Rasmana yang
merupakan istri beliau.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
SEJARAH DESA TAMIDUNG DAN AGUNG NIPA SANG WALIYULLAH Tamidung adalah salah s atu Desa yang ada diujung barat batas Kecamatan Batang Bat...
-
LEGENDA SANG WALIYULLAH BINDARA MOHAMMAD SAOD Bi ndara Saod adalah putra dari Kyai Abdullah (R. Bindara Bungso) Batu Ampa r Guluk Gu...
-
Maqburah K.Bahauddin Aryo Pacinan tempat Komplek Kuba Bindara Saod Asta Tinggi Sumenep. Maqburah Agung Saiman Buju' Jereja Tempat...